Riset Google ungkap 90 persen pekerja teknologi di dunia memanfaatkan AI untuk tingkatkan produktivitas. Simak temuan lengkap dan dampaknya bagi dunia kerja!
Riset Google Ungkap Ketergantungan Pekerja Teknologi pada AI
Riset Google yang dirilis pada 24 September 2025 menunjukkan bahwa 90 persen pekerja teknologi global mengandalkan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan produktivitas kerja. Studi ini, yang melibatkan ribuan profesional di berbagai negara, dilakukan untuk memahami adopsi AI di sektor teknologi. Hasilnya menyoroti peran AI dalam mempercepat tugas, meningkatkan efisiensi, dan mendorong inovasi, meskipun ada kekhawatiran tentang keamanan data dan etika penggunaan.
Baca juga: Waspada Akun Gmail Dibajak: Kenali Tanda dan Cara Mencegahnya
Latar Belakang Riset Google tentang AI
Riset Google terbaru, yang dilakukan oleh divisi Google Cloud, bertujuan memetakan tren penggunaan AI di kalangan pekerja teknologi, mulai dari pengembang perangkat lunak hingga analis data. Survei ini melibatkan lebih dari 5.000 profesional teknologi dari berbagai wilayah, termasuk Amerika Serikat, Eropa, dan Asia-Pasifik, termasuk Indonesia. Tujuannya adalah memahami bagaimana AI mengubah cara kerja dan tantangan yang dihadapi dalam penerapannya.
Menurut laporan yang dirilis pada 24 September 2025, 90 persen responden menggunakan alat berbasis AI, seperti asisten coding, analitik prediktif, dan otomatisasi tugas. “AI telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia kerja modern,” ujar Thomas Kurian, CEO Google Cloud, dalam keterangannya. Riset Google ini juga menyoroti bahwa perusahaan yang mengadopsi AI cenderung lebih kompetitif, dengan peningkatan efisiensi hingga 30 persen di beberapa sektor.
Temuan Utama Riset Google
Berikut adalah beberapa temuan utama dari riset Google tentang penggunaan AI di kalangan pekerja teknologi:
- Adopsi AI yang Luas: Sebanyak 90 persen pekerja teknologi menggunakan AI dalam pekerjaan sehari-hari, seperti menulis kode, analisis data, atau manajemen proyek. Alat populer termasuk Google Bard, GitHub Copilot, dan platform analitik berbasis AI.
- Peningkatan Produktivitas: Responden melaporkan bahwa AI membantu menghemat waktu hingga 20 persen untuk tugas rutin, seperti debugging kode atau membuat laporan.
- Tantangan Keamanan Data: Sekitar 65 persen pekerja menyatakan kekhawatiran tentang risiko kebocoran data saat menggunakan AI, terutama pada platform berbasis cloud.
- Kesenjangan Keterampilan: Meskipun AI meningkatkan efisiensi, 40 persen responden merasa perlu pelatihan tambahan untuk memaksimalkan potensi teknologi ini.
Riset Google juga menemukan bahwa perusahaan di Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, menunjukkan tingkat adopsi AI yang lebih cepat dibandingkan wilayah lain, didorong oleh transformasi digital yang pesat. “Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin adopsi AI di Asia Tenggara,” kata perwakilan Google Indonesia.
Manfaat AI bagi Pekerja Teknologi
Riset Google menegaskan bahwa AI telah mengubah lanskap kerja di sektor teknologi. Beberapa manfaat utama yang dilaporkan meliputi:
- Otomatisasi Tugas Berulang: AI membantu pekerja teknologi mengotomatiskan tugas seperti pengujian perangkat lunak dan analisis data, memungkinkan mereka fokus pada tugas strategis.
- Peningkatan Kreativitas: Alat AI seperti generator kode dan asisten desain memungkinkan pekerja menghasilkan ide baru dengan lebih cepat.
- Pengambilan Keputusan Berbasis Data: Dengan analitik prediktif, pekerja teknologi dapat membuat keputusan yang lebih akurat, misalnya dalam pengembangan produk atau strategi pemasaran.
Seorang pengembang perangkat lunak dari Jakarta, Anita Sari, mengaku bahwa AI telah mengubah cara kerjanya. “Saya menggunakan AI untuk debugging kode, dan waktu pengerjaan proyek saya berkurang setengah,” ujarnya. Temuan ini sejalan dengan laporan riset Google yang menunjukkan bahwa AI tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga kepuasan kerja.
Tantangan dalam Adopsi AI
Meskipun manfaatnya signifikan, riset Google juga mengungkap sejumlah tantangan dalam penggunaan AI di tempat kerja:
- Keamanan dan Privasi: Banyak pekerja teknologi khawatir tentang potensi pelanggaran data, terutama saat menggunakan AI berbasis cloud yang menyimpan informasi sensitif.
- Kurangnya Pelatihan: Sekitar 40 persen responden merasa tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk memanfaatkan AI secara maksimal. Ini menunjukkan perlunya investasi dalam pelatihan teknologi.
- Etika Penggunaan AI: Sekitar 30 persen pekerja menyatakan kekhawatiran tentang dampak AI terhadap lapangan kerja, termasuk potensi penggantian pekerja manusia oleh otomatisasi.
Google menanggapi tantangan ini dengan meluncurkan program pelatihan AI melalui Google Cloud Skills Boost, yang menawarkan kursus gratis dan bersertifikasi untuk pekerja teknologi. “Kami ingin memastikan semua orang dapat memanfaatkan AI dengan aman dan bertanggung jawab,” ujar Kurian.
Peran Indonesia dalam Adopsi AI
Riset Google menyoroti bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan adopsi AI tercepat di Asia-Pasifik. Faktor pendorongnya meliputi meningkatnya jumlah startup teknologi, dukungan pemerintah untuk transformasi digital, dan permintaan tenaga kerja terampil di sektor teknologi. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, Indonesia menargetkan 20 persen peningkatan penggunaan AI di sektor publik dan swasta pada 2030.
Perusahaan lokal seperti Gojek dan Tokopedia telah mengintegrasikan AI untuk meningkatkan layanan, mulai dari analitik pelanggan hingga logistik. “Riset Google ini menegaskan bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menjadi pusat inovasi AI,” ujar Direktur Ekonomi Digital Kemenkominfo, Maya Sari. Namun, ia menambahkan bahwa tantangan seperti infrastruktur digital dan literasi teknologi masih perlu diatasi.
Dampak AI pada Masa Depan Dunia Kerja
Riset Google juga memproyeksikan bahwa AI akan terus membentuk masa depan dunia kerja, terutama di sektor teknologi. Dalam lima tahun ke depan, AI diperkirakan akan digunakan secara luas tidak hanya oleh pengembang, tetapi juga oleh profesional non-teknis, seperti pemasar dan manajer proyek. “AI akan menjadi alat standar di setiap industri, seperti spreadsheet di era 90-an,” ujar analis teknologi, Dr. Budi Hartono.
Namun, adopsi AI yang masif juga memicu diskusi tentang dampak jangka panjangnya. Beberapa ahli memperingatkan bahwa tanpa regulasi yang jelas, AI dapat memperburuk kesenjangan keterampilan dan meningkatkan risiko pelanggaran privasi. Oleh karena itu, Google mendorong perusahaan untuk mengadopsi pedoman etika AI, seperti yang diterbitkan oleh UNESCO, untuk memastikan penggunaan teknologi yang bertanggung jawab.
Respons Industri dan Pemerintah
Hasil riset Google telah memicu respons positif dari berbagai pihak. Asosiasi Cloud dan Hosting Indonesia (ACHI) menyatakan akan bekerja sama dengan Google untuk memperluas pelatihan AI bagi pekerja lokal. “Kami melihat potensi besar AI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia,” ujar Ketua ACHI, Rudi Hartawan.
Pemerintah Indonesia juga merespons temuan ini dengan mempercepat implementasi Strategi Nasional Kecerdasan Buatan (Stranas KA) 2020–2045. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menegaskan bahwa pemerintah akan meningkatkan investasi di infrastruktur AI dan pelatihan tenaga kerja. “Kami ingin pekerja Indonesia siap bersaing di era AI,” katanya dalam konferensi pers pada 25 September 2025.
Pandangan Pengguna dan Pengamat
Pengguna teknologi di Indonesia menyambut baik temuan riset Google ini. Seorang data analis di Jakarta, Dedi Prasetyo, mengatakan bahwa AI telah membantu timnya mengolah data pelanggan dengan lebih cepat. “Tanpa AI, kami akan kewalahan menghadapi volume data yang besar,” ujarnya. Namun, ia juga menekankan pentingnya pelatihan untuk memastikan pekerja tidak tertinggal dalam adopsi teknologi.
Baca juga: Samsung Galaxy Z Fold 7 dan Galaxy Z Flip 7 Kini Tawarkan Pengalaman AI yang Berbeda, Ini Alasannya
Pengamat teknologi, Dr. Sarah Lestari, menilai bahwa riset Google ini menjadi pengingat bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam sumber daya manusia. “AI adalah alat, bukan pengganti manusia. Perusahaan harus melatih karyawan untuk bekerja bersama AI,” katanya. Ia juga menyarankan agar pemerintah memperluas akses pendidikan teknologi ke daerah-daerah terpencil.
Penutup
Riset Google yang dirilis pada 24 September 2025 menegaskan bahwa 90 persen pekerja teknologi di dunia mengandalkan AI untuk meningkatkan produktivitas, dengan manfaat seperti otomatisasi tugas dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Namun, tantangan seperti keamanan data dan kesenjangan keterampilan tetap menjadi perhatian. Di Indonesia, adopsi AI yang pesat menunjukkan potensi besar, tetapi memerlukan dukungan infrastruktur dan pelatihan. Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, industri, dan penyedia teknologi seperti Google akan menjadi kunci untuk memaksimalkan manfaat AI sambil mengatasi risikonya, memastikan pekerja teknologi siap menghadapi era digital.